Makalah Dalil-Dalil Alquran Tentang Penciptaan Manusia dan Alam
“MAKALAH
TENTANG DALIL-DALIL PENCIPTAAN ALAM DAN MANUSIA”
Maksud
Makalah ialah Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam
Dosen
Pengampu :
MOH. YUSUF
EFENDI, S.Pd.I, M.A
Nama
Kelompok :
Sofa Arif
2120150032
Siti Fatimah
2120150033
|
Mata Kuliah : Pendidikan Agama Islam
(PAI)
PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA’ SUNAN GIRI BOJONEGORO
DESEMBER 2016
KATA
PENGANTAR
Segala puji bagi Allah
yang telah memberikan kemampuan kepada penulis, sehingga dapat menyusun makalah
tentang Dalil-dalil Tentang Penciptaan Alam dan Manusia ini dengan lancar.
Sholawat serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada Khotimul Anbiya Wal Mursalin yakni Nabi Muhammad SAW sebagai Uswatun Hasanah bagi umat semesta alam.
Makalah ini disusun untuk
dijadikan bahan pembelajaran bagi para mahasiswa. Penulis menyadari bahwa
makalah ini jauh dari kesempurnaan. Tentunya masih banyak kekurangan, baik dari
segi materi yang dipaparkan maupun dalam kesempurnaan sistematika. Selanjutnya
sengan kerendahan hati, penulis berharap kepada pembaca agar memberikan koreksi
apabila terdapat kesalahan dalam penulisan makalah ini. Oleh Karena itu kritik
dan saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan guna memperbaiki penulisan
makalah di masa yang akan dating.
Kami ucapkan terima kasih
banyak kepada pihak yang telah membantu penulis dalam pembuatan makalah ini.
Semoga amal baik semua pihak dibalas oleh Allah SWT dengan balasan yang
berlipat ganda. Semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan para
pembaca pada umumnya.
Bojonegoro,
14 November 2016
Penulis
|
DAFTAR
ISI
Kata
Pengantar...............................................................................................
i
Daftar
Isi..........................................................................................................
ii
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah............................................................................
1
B. Rumusan
Masalah......................................................................................
2
C. Tujuan
Masalah.........................................................................................
2
BAB
II PEMBAHASAN
A. Dalil
Dalil Tentang Penciptaan Manusia...................................................
4
1. Dalil
Aqli dan Naqli yang Menjelaskan Asal-usul Manusia................ 4
2. Asal
Usul Penciptaan Manusia.............................................................
6
3. Tahap
Kejadian Manusia......................................................................
10
4. Tujuan
Manusia diciptakan..................................................................
13
B. Dalil
Dalil Tentang Penciptaan Alam.......................................................
15
1. Awal
Penciptaan Alam Semesta...........................................................
16
1.1 Ayat-ayat Al-Qur’an Yang Membahas
Penciptaan Alam Semesta. 16
1.2 Teori
Big Bang................................................................................
21
2. Fase-fase
Penciptaan Alam Semesta menurut Al-Qu’an......................
22
3. Fungsi
dan Manfaat Alam Semesta bagi Manusia...............................
27
BAB
III PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................
37
B. Saran..........................................................................................................
38
DAFTAR
PUSTAKA....................................................................................
39
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sebagai
kitab suci, al-Qur’an tidak hanya berbicara masalah akidah dan fiqh juga hukum
semata, al-Qur’an adalah kitab suci yang menyimpan semua informasi tentang
berbagai hal. Iapun merupakan kitab penyempurna dari kitab-kitab sebelumnya.
Maka karena ia sebagai penyempurna boleh jadi ia menyajikan apa yang belum
tersedia di kitab-kitab sebelumnya, terutama dari hal yang erat kaitannya
dengan ilmu pengetahuan.
Jika
al-Qur’an adalah kitab yang memang benar untuk semua waktu dan masa maka
semestinya al-Qur’an telah sedini mungkin menyediakan informasi-informasi
tentang berbagai hal yang berkaitan dengan kehidupan manusia. Sesuatu hal yang
dirasa dan dekat dengan kehidupan manusia untuk senantiasa ditelaah dan
diteliti, apalagi Tuhan kerap kali mengingatkan bahwa tidak ada yang tidak
bermanfaat dari segala ciptaanya.
Diantara sekian banyak penemuan
manusia dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedemikian canggih,
masih ada satu permasalahan yang hingga kini belum mampu dijawab dan dijabarkan
oleh manusia secara eksak dan ilmiah. Masalah itu ialah masalah tentang asal
usul kejadian manusia. Banyak ahli ilmu pengetahuan mendukung teori evolusi yang
mengatakan bahwa makhluk hidup (manusia) berasal dari makhluk yang mempunyai
bentuk maupun kemampuan yang sederhana kemudian mengalami evolusi dan kemudian
menjadi manusia seperti sekarang ini. Hal ini diperkuat dengan adanya
penemuan-penemuan ilmiah berupa fosil seperti
jenis Pitheccanthropus dan Meghanthropus.
Di lain puhak banyak ahli agama yang
menentang adanya proses evolusi manusia tersebut. Hal ini didasarkan pada
berita-berita dan informasi-informasi yang terdapat pada kitab suci
masing-masing agama yang mengatakan bahwa Adam adalah manusia pertama. Yang
menjadi pertanyaan adalah termasuk dalam golongan manakah Adam ? Apakah
golongan fosil yang ditemukan tadi atau golongan yang lain ? Lalu bagaimanakah
keterkaitannya ?
Selama satu abad terakhir,
serangkaian percobaan, pengamatan, dan perhitungan yang dilakukan dengan
menggunakan teknologi mutakhir, telah mengungkapkan tanpa ragu bahwa alam
semesta memiliki permulaan. Para ilmuwan telah memastikan bahwa alam semesta
berada dalam keadaan yang terus mengembang. Dan mereka telah menyimpulkan
bahwa, karena alam semesta mengembang, jika alam ini dapat bergerak mundur
dalam waktu, alam semesta ini tentulah memulai pengembangannya dari sebuah
titik tunggal. Sungguh, kesimpulan yang telah dicapai ilmu pengetahuan saat ini
adalah alam semesta bermula dari ledakan titik tunggal ini. Ledakan ini disebut
“Dentuman Besar” atau Big Bang.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana Dalil Al-Qur’an
Tentang Penciptaan Manusia ?
2.
Bagimana Asal-usul dan
Tahap Penciptaan Manusia ?
3.
Apa Tujuan Manusia
Diciptakan ?
4.
Bagaimana Dalil
Al-Qur’an Tentang Penciptaan Alam Semesta ?
5.
Bagaimana Penciptaan Alam
Semesta Menurut Teori Big Bang ?
6.
Bagaimana Fase-Fase Penciptaan Alam Semesta Menurut Al-Quran ?
7.
Bagaimana Fungsi dan Manfaat Alam Semesta
bagi Manusia ?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Agar Pembaca dapat
Mengetahui Dalil Al-Qur’an Tentang Penciptaan Manusia
2.
Agar Pembaca dapat
Mengetahui Asal-usul dan Tahap Penciptaan Manusia
3.
Agar Pembaca dapat
Mengetahui Tujuan Manusia Diciptakan
4.
Agar Pembaca dapat Mengetahui Dalil Al-Qur’an Tentang Penciptaan Alam Semesta
5.
Agar Pembaca dapat
Mengetahui Penciptaan Alam Semesta Menurut Teori Big Bang
6.
Agar Pembaca dapat
Mengetahui Fase-Fase Penciptaan
Alam Semesta Menurut Al-Quran
7.
Agar Pembaca dapat
Mengetahui Fungsi dan
Manfaat Alam Semesta bagi Manusia
BAB II
PEMBAHASAN
A. Dalil Al-Qur’an Tentang Penciptaan Manusia
Teori evolusi manusia yang diperkenalkan oleh Darwin merupakan
suatu penipuan yang besar dalam dunia keilmuan bahkan merupakan suatu penghinaan terhadap
penciptaan manusia. Teori ini ternyata tidak pernah menemukan bukti yang kukuh
dan ‘valid’ sehingga penggunaannya telah terhakis
dan semakin berkubur.
Manusia mempunyai kelebihan akal untuk melakukan kajian dan membuat
analisa terhadap jirim yang wujud di alam semesta. Namun seringkali kelebihan akal
disalahguna dengan penipuan untuk kepentingan tertentu. Pemikiran sebegini
disandarkan kepada material dan logik semata tanpa melihat kepada aspek
keadilan berteraskan petunjuk Pencipta.
Penemuan-penemuan melalui kajian saintifik mampu memberi kesedaran
kepada manusia yang dikurniakan akal fikiran yang waras untuk mengakui
kewujudan kuasa Yang Maha Kuasa dan Yang Maha Mencipta. Meneliti kepada
penciptaan (sistem) manusia yang kompleks dan sangat teliti, dan melihat kepada
kewujudan alam semesta yang variasi, saling berkait dan mengagumkan, adakah ia
terjadi dengan sendirinya?
1. Dalil Aqli dan Naqli yang Menjelaskan Asal-usul Manusia
Ketika berbicara tentang manusia, Al-Qur’an
menggunakan tiga (3) istilah pokok. Pertama, menggunakan kata yang
terdiri atas huruf alif, nun, dan sin,
seperti kata insan, ins, naas, dan unaas. Kedua,
menggunakan kata basyar. Ketiga, menggunakan kata Bani
Adam dan dzurriyat Adam.
Menurut M. Quraish Shihab, kata basyar terambil
dari akar kata yang bermakna penampakan sesuatu dengan baik dan indah.
Dari akar kata yang sama lahir kata basyarah yang
berarti kulit. Al-Qur’an menggunakan kata basyar sebanyak
36 kali dalam bentuk tunggal dan sekali dalam bentuk mutsanna untuk
menunjuk manusia dari sudut lahirnya serta persamaannya dengan manusia lainnya.
Dengan demikian, kata basyar dalam Al-Qur’an menunjuk pada
dimensi material manusia yang suka makan, minum, tidur, dan jalan-jalan. Dari
makna ini lantas lahir makna-makna lain yang lebih memperkaya definisi manusia.
Dari akar kata basyar lahir makna bahwa proses penciptaan
manusia terjadi secara bertahap sehingga mencapai tahap kedewasaan.
Allah swt. berfirman:
َ وَمِنْ
آَيَاتِهِ أَنْ خَلَقَكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ إِذَا أَنْتُمْ بَشَرٌ
تَنْتَشِرُونَ
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya
ialah dia menciptakan kamu dari tanah, kemudian kamu (menjadi) manusia yang
berkembang biak (memiliki anak).” (Q.S. ar-Rum [30]: 20)
Selain itu, kata basyar juga
dikaitkan dengan kedewasaan manusia yang menjadikannya mampu memikul tanggung
jawab. Akibat kemampuan mengemban tanggung jawab inilah, maka pantas tugas
kekhalifahan dibebankan kepada manusia. Hal ini sebagaimana firman Allah
berikut ini.
وَإِذْ
قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي خَالِقٌ بَشَرًا مِنْ صَلْصَالٍ مِنْ حَمَإٍ
مَسْنُونٍ . فَإِذَا
سَوَّيْتُهُ وَنَفَخْتُ فِيهِ مِنْ رُوحِي فَقَعُوا لَهُ سَاجِدِينَ
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para
malaikat, “Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat
kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Maka, apabila Aku
telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya ruh
(ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.” (Q.S. al-Hijr
[15]: 28-29):
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ
لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ
فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ
وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ .
(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat,
“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.”
Mereka berkata, “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu
orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami
senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan
berfirman, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
(Q.S. al-Baqarah [2]: 30)
Sementara itu, kata insan terambil
dari kata ins yang berarti jinak, harmonis,
dan tampak. Musa Asy’arie menambahkan bahwa kata insan berasal
dari tiga kata: anasayang berarti melihat, meminta izin, dan
mengetahui; nasiya yang berarti lupa; dan al-uns yang
berarti jinak. Menurut M. Quraish Shihab, makna jinak, harmonis,
dan tampak lebih tepat daripada pendapat yang mengatakan bahwa
kata insan terambil dari kata nasiya (lupa)
dan kata naasa-yanuusu (berguncang). Dalam Al-Qur’an,
kata insaan disebut sebanyak 65 kali. Kata insaan digunakan
Al-Qur’an untuk menunjuk kepada manusia dengan seluruh totalitasnya, jiwa dan
raga. Bahkan, lebih jauh Bintusy Syathi’ menegaskan bahwa makna kata insaan inilah
yang membawa manusia sampai pada derajat yang membuatnya pantas menjadi
khalifah di muka bumi, menerima beban takliif dan amanat
kekuasaan.
Dua kata ini, yakni basyar dan insaan,
sudah cukup menggambarkan hakikat manusia dalam Al-Qur’an. Dari dua kata ini,
kami menyimpulkan bahwa definisi manusia adalah makhluk Allah yang paling
sempurna, yang diciptakan secara bertahap, yang terdiri atas dimensi jiwa dan
raga, jasmani dan rohani, sehingga memungkinkannya untuk menjadi wakil Allah di
muka bumi (khaliifah Allah fii al-ardl).
2.
Asal-Usul
Penciptaan Manusia
Al-Qur’an telah memberikan informasi kepada
kita mengenai proses penciptaan manusia melalui beberapa fase: dari
tanah menjadi lumpur, menjadi tanah liat yang dibentuk, menjadi tanah kering,
kemudian Allah swt. meniupkan ruh kepadanya, lalu terciptalah Adam a.s. Hal ini
diisyaratkan Allah dalam Surah Shaad [38] ayat 71-72.
إِذْ
قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي خَالِقٌ بَشَرًا مِنْ طِينٍ . فَإِذَا
سَوَّيْتُهُ وَنَفَخْتُ فِيهِ مِنْ رُوحِي فَقَعُوا لَهُ سَاجِدِينَ .
(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada
malaikat, “Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah. Maka,
apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya ruh
(ciptaan)-Ku, maka hendaklah kamu menyungkur dengan bersujud kepadanya.”
(Q.S. Shaad [38]: 71-72.)
Perhatikan juga firman Allah dalam Surah al-H{ijr [15]
ayat 28-29.
وَإِذْ
قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي خَالِقٌ بَشَرًا مِنْ صَلْصَالٍ مِنْ حَمَإٍ
مَسْنُونٍ . فَإِذَا سَوَّيْتُهُ وَنَفَخْتُ فِيهِ مِنْ رُوحِي فَقَعُوا لَهُ
سَاجِدِينَ .
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para
malaikat, “Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat
kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Maka, apabila Aku
telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya ruh
(ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.” (Q.S. al-Hijr
[15]: 28-29)
Dalam Al-Qur’an, kata ruh (ar-ruh)
mempunyai beberapa arti. Pengertian ruh yang disebutkan dalam ayat-ayat yang
menjelaskan penciptaan Adam a.s. adalah ruh dari Allah swt. yang menjadikan
manusia memiliki kecenderungan pada sifat-sifat luhur dan mengikuti kebenaran.
Hal ini yang kemudian menjadikan manusia lebih unggul dibanding seluruh makhluk
yang lain. Karakteristik ruh yang berasal dari Allah ini menjadikan manusia
cenderung untuk mengenal Allah swt. dan beribadah kepada-Nya, memperoleh ilmu
pengetahuan dan menggunakannya untuk kemakmuran bumi, serta berpegang pada
nilai-nilai luhur dalam perilakunya, baik secara individual maupun sosial, yang
dapat mengangkat derajatnya ke taraf kesempurnaan insaniah yang tinggi. Oleh
sebab itu, manusia layak menjadi khalifah Allah swt.
Ruh dan materi yang terdapat pada manusia itu
tercipta dalam satu kesatuan yang saling melengkapi dan harmonis. Dari
perpaduan keduanya ini terbentuklah diri manusia dan kepribadiannya. Dengan
memperhatikan esensi manusia dengan sempurna dari perpaduan dua unsur tersebut,
ruh dan materi, kita akan dapat memahami kepribadian manusia secara akurat.
Kemudian, dalam ayat lain juga disebutkan
mengenai permulaan penciptaan manusia yang berasal dari tanah.
يَا
أَيُّهَا النَّاسُ إِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِنَ الْبَعْثِ فَإِنَّا
خَلَقْنَاكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ مِنْ
مُضْغَةٍ مُخَلَّقَةٍ وَغَيْرِ مُخَلَّقَةٍ لِنُبَيِّنَ لَكُمْ وَنُقِرُّ فِي
الْأَرْحَامِ مَا نَشَاءُ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى ثُمَّ نُخْرِجُكُمْ طِفْلًا ثُمَّ
لِتَبْلُغُوا أَشُدَّكُمْ وَمِنْكُمْ مَنْ يُتَوَفَّى وَمِنْكُمْ مَنْ يُرَدُّ
إِلَى أَرْذَلِ الْعُمُرِ لِكَيْلَا يَعْلَمَ مِنْ بَعْدِ عِلْمٍ شَيْئًا وَتَرَى
الْأَرْضَ هَامِدَةً فَإِذَا أَنْزَلْنَا عَلَيْهَا الْمَاءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ
وَأَنْبَتَتْ مِنْ كُلِّ زَوْجٍ بَهِيجٍ .
“Hai manusia, jika kamu dalam keraguan
tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya kami telah
menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal
darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak
sempurna, agar kami jelaskan kepada kamu dan kami tetapkan dalam rahim, apa
yang kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian kami keluarkan
kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampailah kepada
kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (ada pula) di antara
kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi
sesuatu pun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan, kamu lihat bumi ini kering,
kemudian apabila telah kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan
suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah.”
(Q.S. al-Hajj [22]: 5)
ثُمَّ
جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ . ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً
فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا
الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا آَخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ
أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ
“Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang
disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu kami jadikan
segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan
segumpal daging itu kami jadikan tulang-belulang, lalu tulang-belulang itu kami
bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain.
Maka, Mahasuci-lah Allah, Pencipta yang paling baik.”
(Q.S. al-Mu’minuun [23]: 13-14)
Itulah di antara sekian banyak ayat Al-Qur’an
yang menjelaskan tentang asal-usul penciptaan manusia. Penciptaan manusia yang
bermula dari tanah ini tidak berarti bahwa manusia dicetak dengan memakai bahan
tanah seperti orang membuat patung dari tanah. Akan tetapi, penciptaan manusia
dari tanah tersebut bermakna simbolik, yaitu saripati yang merupakan faktor
utama dalam pembentukan jasad manusia. Penegasan Al-Qur’an yang menyatakan
bahwa manusia diciptakan dari tanah ini merujuk pada pengertian jasadnya. Oleh
karena itu, Al-Qur’an menyatakan bahwa kelak ketika ajal kematian manusia telah
sampai, maka jasad itu akan kembali pula ke asalnya, yaitu tanah.
Secara komprehensif, Umar Shihab memaparkan
bahwa proses penciptaan manusia terbagi ke dalam beberapa fase kehidupan
sebagai berikut. Pertama, fase awal kehidupan manusia yang berupa
tanah. Manusia berasal dari tanah disebabkan oleh dua hal: (1) manusia adalah
keturunan Nabi Adam a.s. yang diciptakan dari tanah; (2) sperma atau ovum yang
menjadi cikal bakal manusia bersumber dari saripati makanan yang berasal dari
tanah. Kedua, saripati makanan yang berasal dari tanah tersebut
menjadi sperma atau ovum, yang disebut oleh Al-Qur’an dengan istilah nutfah. Ketiga,
kemudian sperma dan ovum tersebut menyatu dan menetap di rahim sehingga berubah
menjadi embrio (‘alaqah). Keempat, proses selanjutnya,
embrio tersebut berubah menjadi segumpal daging (mudlghah). Kelima,
proses ini merupakan kelanjutan dari mudlghah. Dalam hal ini,
bentuk embrio sudah mengeras dan menguat sampai berubah menjadi tulang belulang
(‘idzaam). Keenam, proses penciptaan manusia selanjutnya
adalah menjadi daging (lahmah). Ketujuh, proses peniupan
ruh. Pada fase ini, embrio sudah berubah menjadi bayi dan
mulai bergerak. Kedelapan, setelah sempurna kejadiannya, akhirnya
lahirlah bayi tersebut di atas dunia.
3.
Tahap Kejadian Manusia
a)
Proses
Kejadian Manusia Pertama (Adam)
Di dalam Al Qur’an dijelaskan bahwa Adam diciptakan oleh Allah dari
tanah yang kering kemudian dibentuk oleh Allah dengan bentuk yang
sebaik-baiknya. Setelah sempurna maka oleh Allah ditiupkan ruh kepadanya maka
dia menjadi hidup. Hal ini ditegaskan oleh Allah di dalam firman-Nya :
"Yang membuat sesuatu yang Dia
ciptakan sebaik-baiknya dan Yang memulai penciptaan manusia dari tanah". (QS. As Sajdah (32) : 7)
"Dan sesungguhnya Kami telah
menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur
hitam yang diberi bentuk". (QS. Al Hijr
(15) : 26)
Disamping itu Allah juga menjelaskan
secara rinci tentang penciptaan manusia pertama itu dalah surat Al Hijr ayat 28
dan 29 . Di dalam sebuah Hadits Rasulullah saw bersabda :
"Sesunguhnya manusia itu
berasal dari Adam dan Adam itu (diciptakan) dari tanah". (HR. Bukhari)
b)
Proses
Kejadian Manusia Kedua (Siti Hawa)
Pada dasarnya segala sesuatu yang
diciptakan oleh Allah di dunia ini selalu dalam keadaan berpasang-pasangan.
Demikian halnya dengan manusia, Allah berkehendak menciptakan lawanjenisnya
untuk dijadikan kawan hidup (isteri). Hal ini dijelaskan oleh Allah dalam salah
sati firman-Nya :
"Maha Suci Tuhan yang telah
menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh
bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui" (QS. Yaasiin (36) : 36)
Adapun proses kejadian manusia kedua
ini oleh Allah dijelaskan di dalam surat An Nisaa’ ayat 1 yaitu :
"Hai sekalian manusia,
bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan
dari padanya Allah menciptakan isterinya, dan daripada keduanya Allah
memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang sangat banyak..." (QS. An Nisaa’ (4) : 1)
Di dalam salah satu Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan
Muslim dijelaskan :
"Maka sesungguhnya perempuan
itu diciptakan dari tulang rusuk Adam" (HR.
Bukhari-Muslim)
Apabila kita amati proses kejadian
manusia kedua ini, maka secara tak langsung hubungan manusia laki-laki dan
perempuan melalui perkawinan adalah usaha untuk menyatukan kembali tulang rusuk
yang telah dipisahkan dari tempat semula dalam bentuk yang lain. Dengan
perkawinan itu maka akan lahirlah keturunan yang akan meneruskan generasinya.
c)
Proses
Kejadian Manusia Ketiga (semua keturunan Adam dan Hawa)
Kejadian manusia ketiga adalah
kejadian semua keturunan Adam dan Hawa kecuali Nabi Isa a.s. Dalam proses ini
disamping dapat ditinjau menurut Al Qur’an dan Al Hadits dapat pula ditinjau
secara medis.
Di dalam Al Qur’an proses kejadian
manusia secara biologis dejelaskan secara terperinci melalui firman-Nya :
"Dan sesungguhnya Kami telah
menciptakan manusia itu dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami
jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).
Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami
jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang,
lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kamudian Kami jadikan ia
makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah , Pencipta Yang Paling
Baik." (QS. Al Mu’minuun (23) : 12-14).
Kemudian dalam salah satu hadits Rasulullah SAW bersabda :
"Telah bersabda Rasulullah SAW
dan dialah yang benar dan dibenarkan. Sesungguhnya seorang diantara kamu
dikumpulkannya pembentukannya (kejadiannya) dalam rahim ibunya (embrio) selama
empat puluh hari. Kemudian selama itu pula (empat puluh hari) dijadikan
segumpal darah. Kemudian selama itu pula (empat puluh hari) dijadikan sepotong
daging. Kemudian diutuslah beberapa malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya
(untuk menuliskan/menetapkan) empat kalimat (macam) : rezekinya, ajal
(umurnya), amalnya, dan buruk baik (nasibnya)." (HR. Bukhari-Muslim)
Ungkapan ilmiah dari Al Qur’an dan
Hadits 15 abad silam telah menjadi bahan penelitian bagi para ahli biologi
untuk memperdalam ilmu tentang organ-organ jasad manusia. Selanjutnya yang
dimaksud di dalam Al Qur’an dengan "saripati berasal dari tanah"
sebagai substansi dasar kehidupan manusia adalah protein, sari-sari makanan
yang kita makan yang semua berasal dan hidup dari tanah. Yang kemudian melalui
proses metabolisme yang ada di dalam tubuh diantaranya menghasilkan hormon
(sperma), kemudian hasil dari pernikahan (hubungan seksual), maka terjadilah
pembauran antara sperma (lelaki) dan ovum (sel telur wanita) di dalam rahim.
Kemudian berproses hingga mewujudkan bentuk manusia yang sempurna (seperti
dijelaskan dalam ayat diatas).
Para ahli dari barat baru menemukan
masalah pertumbuhan embrio secara bertahap pada tahun 1940 dan baru dibuktikan
pada tahun 1955, tetapi dalam Al Qur’an dan Hadits yang diturunkan 15 abad lalu
hal ini sudah tercantum. Ini sangat mengagumkan bagi salah seorang embriolog
terkemuka dari Amerika yaitu Prof. Dr. Keith Moore, beliau mengatakan : "Saya
takjub pada keakuratan ilmiyah pernyataan Al Qur’an yang diturunkan pada abad
ke-7 M itu". Selain iti beliau juga mengatakan, "Dari ungkapan
Al Qur’an dan hadits banyak mengilhami para scientist (ilmuwan)
sekarang untuk mengetahui perkembangan hidup manusia yang diawali dengan sel tunggal
(zygote) yang terbentuk ketika ovum (sel kelamin betina) dibuahi oleh sperma
(sel kelamin jantan). Kesemuanya itu belum diketahui oleh Spalanzani sampai
dengan eksperimennya pada abad ke-18, demikian pula ide tentang perkembangan
yang dihasilkan dari perencanaan genetik dari kromosom zygote belum ditemukan
sampai akhir abad ke-19. Tetapi jauh ebelumnya Al Qur’an telah menegaskan dari
nutfah Dia (Allah) menciptakannya dan kemudian (hadits menjelaskan bahwa Allah)
menentukan sifat-sifat dan nasibnya."
Sebagai bukti yang konkrit di dalam
penelitian ilmu genetika (janin) bahwa selama embriyo berada di dalam kandungan
ada tiga selubung yang menutupinya yaitu dinding abdomen (perut) ibu, dinding
uterus (rahim), dan lapisan tipis amichirionic (kegelapan di dalam perut,
kegelapan dalam rahim, dan kegelapan dalam selaput yang menutup/membungkus anak
dalam rahim). Hal ini ternyata sangat cocok dengan apa yang dijelaskan oleh
Allah di dalam Al Qur’an :
"...Dia menjadikan kamu dalam
perut ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga kegelapan (kegelapan dalam perut,
kegelapan dalam rahim, dan kegelapan dalam selaput yang menutup anak dalam
rahim)..." (QS. Az Zumar (39) : 6).
4.
Tujuan Manusia
diciptakan
Hakikatnya tujuan
penciptaan manusia adalah sebagai abdi kepada Allah
dan khalifah di bumi.
“ Aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepadaKu.”
(adz-Dzariyat: 56)
Pangkat ‘Hamba’
merupakan pangkat yang diberikan oleh Allah, tuan dan pemilik segala-galanya.
Pangkat datuk, tun, tan sri, prof, dr, sultan dan sebagainya hanyalah pangkat
ciptaan manusia di dunia yang tidak kekal.
Seorang hamba
perlu taat dan patuh kepada semua arahan tuannya, lebih-lebih lagi jika diberi
dan dikurniakan dengan segala macam bantuan, kemudahan dan keamanan oleh
tuannya. Oleh itu, kita mesti melakukan segala arahan dengan penuh pengertian
bahawa kita menyerahkan segala-galanya kepada tuan kita.
Kata kunci
‘penyerahan’ ini yang menjadi intipati kepada Islam iaitu penyerahan secara
keseluruhan terhadap Allah. Mereka yang dipandang oleh Allah dengan pangkat
‘Hamba’ ini pasti beroleh keuntungan di dunia dan di akhirat.
Tanggungjawab
sebagai abdi merupakan suatu tanggungjawab individu atau fardhu ain.
Ia meliputi kepada kemestian untuk memahami lapangan akidah dan tauhid, syariat
dan akhlak.
Allah juga
membebankan manusia dengan taklifan sebagai khalifah. Dari segi bahasa,
khalifah bermaksud pengganti. Ia menjelaskan bahawa Allah mengamanahkan manusia
sebagai ‘pengganti’ untuk mentadbir bumi dengan merujuk kepada manual dan
panduan daripadaNya.
“Dan (ingatlah)
ketika Tuhan-mu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah
di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadi orang yang merosak dan
menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memujiMu dan menyucikanMu?”
Dia berfirman, “Sunggug Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”. ”
(al-Baqarah: 30 )
Amanah ini
sangat besar dan berat. Perkara ini merupakan suatu tanggungjawab
sosial atau fardhu kifayah yang perlu dilaksanakan bagi menjamin kehidupan
yang harmoni, aman dan adil.
Ia meliputi
segala aspek kehidupan seperti cabang seperti memberi peluang pendidikan,
memastikan bidang pertanian dan penghasilan bahan makan yang halal lagi baik,
menyediakan kemudahan kesihatan serta tempat kediaman yang baik.
Disamping itu, lapangan yang besar juga perlu
ditekankan seperti keselamatan dengan bantuan pihak polis, tentera dan badan
sukarela di kalangan masyarakat. Bidang perundangan adalah sangat penting bagi
menjamin keadilan dilaksanakan tanpa mengikut tafsiran sempit manusia yang
berkepentingan sebaliknya perlu bersandarkan acuan daripada Tuhan pencipta
manusia.
Maka tiada
alasan bagi manusia untuk memisahkan agama dalam kehidupan ini. Setiap perkara
dalam aspek kehidupan manusia perlu dikaitkan dengan agama dan kembali
kepadaNya. Dengan memahami bahawa tujuan kita diciptakan dan bebanan yang
sangat besar ini, kita wajar berhati-hati dalam melakukan setaip perkara kerana
memikirkan balasan yang akan diberikan di akhirat kelak.
“Setiap dari
kamu merupakan pemimpin dan setiap dari kamu akan ditanya mengenai apa yang
kamu pimpin.” (hadis riwayat Bukhari no. 893 dan Muslim no. 1829)
B.
Dalil Al-Qur’an Tentang Penciptaan Alam Semesta
Selama
satu abad terakhir, serangkaian percobaan, pengamatan, dan perhitungan yang
dilakukan dengan menggunakan teknologi mutakhir, telah mengungkapkan tanpa ragu
bahwa alam semesta memiliki permulaan. Para ilmuwan telah memastikan bahwa alam
semesta berada dalam keadaan yang terus mengembang. Dan mereka telah
menyimpulkan bahwa, karena alam semesta mengembang, jika alam ini dapat
bergerak mundur dalam waktu, alam semesta ini tentulah memulai pengembangannya
dari sebuah titik tunggal. Sungguh, kesimpulan yang telah dicapai ilmu
pengetahuan saat ini adalah alam semesta bermula dari ledakan titik tunggal
ini. Ledakan ini disebut “Dentuman Besar” atau Big Bang.
Al-Qur’an
yang terdiri dari 6.666 ayat, menguraikan berbagai persoalan hidup dan
kehidupan. Yaitu mengenai ke-Esa-an Allah, manusia, ayat-ayat alam semesta dan
fenomenanya, dan lain sebagainya. Uraian-uraian tentang alam semesta sering
disebut ayat-ayat kauniyah. Syaikh Jauhari Thanthawi (Guru Besar Universitas
Kairo) mengatakan dalam tafsirnya Al-Jawahir yang telah dikutip oleh
Agus Purwanto bahwa lebih dari 750 ayat yang secara tegas menerangkan tentang
alam semesta tersebut (belum termasuk yang tersirat). Oleh karena itu, dalam
makalah ini kami akan membahas tentang penafsiran ayat-ayat QS. Al-Hijr: 85/
QS. Al-Anbiya: 16 dan 30/ QS. Al-Mulk: 3/ QS. Fushilat: 53/ QS. Ali Imron: 191.
1.
Awal Penciptaan Alam Semesta
1.1. Ayat-ayat
Al-Qur’an Yang Membahas Penciptaan Alam Semesta
a. QS:Al-Hijr | Ayat: 85
وَمَا
خَلَقْنَا السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا إِلَّا بِالْحَقِّ ۗ وَإِنَّ السَّاعَةَ لَآتِيَةٌ ۖ فَاصْفَحِ الصَّفْحَ الْجَمِيلَ
Artinya:
“Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara
keduanya, melainkan dengan benar. Dan sesungguhnya saat (kiamat) itu pasti akan
datang, maka maafkanlah (mereka) dengan cara yang baik.”
Ayat
diatas menyatakan bahwa: “Dan tidaklah kami ciptakan langit dengan
ketinggian dan luasnya serta aneka bintang dan planet yang
menghiasinya, dan tidak juga kami cipatkan bumidengan segala
makhluk yang ada di permukaan atau perutnya, dandemikian juga apa
yang ada diantara keduanya, yakni langit dan bumi, baik yang telah diketahui
manusia maupun belum atau tidak akan dapat diketahui, tidak kami ciptakan itu
semua melainkan dengan haq, yakni selalu disertai dengan kebenaran
dan bertujuan benar, bukan permainan atau kesia-siaan. Dan sesungguhnya
kiamat, dimana masing-masing manusia akan dimintai pertanggung jawaban serta
diberi balasan dan ganjaran yang “haq”, pasti akan datang. Hal itu
demikian demi tegaknya al-haq dan keadilan yang merupakan tujuan penciptaan.
Maka karena
itu, wahai Nabi Muhammad, jangan hiraukan kecaman dan makian siapa yang
mendustakanmu, tetapimaafkanlah mereka dengan pemaafan yang
baik. Itu semua karenasesungguhnya Tuhanmu yang selalu berbuat baik dan
membimbingmu, Dia-lah Yang Maha Pencipta secara
berulang-ulang lagi Maha Mengetahui segala sifat, ciri, kelakuan, dan
isi hati ciptaan-ciptaan-Nya.
Kata (الْحَقَّ) mengandung makna
bahwa al-haq/ kebenaran tertanam pada diri setiap makhluk, dan pada
akhirnya akan tampak jelas ke permukaan, bahwa Allah SWT. Menetapkan sistem
yang haq lagi sesuai dengan hikmah kebijaksanaan.
Kata(الصّفح) ash-shafh sebenarnya tidak
tepat diterjemahkan dengan pemaafan, yakni sinonim dari kata (العَفْو) al-‘afwu atau pemaafan, karena
ash-shafh adalah sikap memaafkan disertai dengan tidak mengecam kesalahan
pihak lain. Thabathaba’i memahami kata pemaafan yang baik adalah
melaksanakan keempat hal yang akan disebutkan dalam ayat 88 dan 89, berikut
yaitu:
1)
Larangan memberi perhatian yang besar karena
takjub dan ingin meraih kenikmatan duniawi.
2)
Larangan sedih karena pengingkaran kaum
musyrikin.
3)
Perintah berendah hati dan melakukan hubungan
harmonis sambil bersabar dan melindungi kaum mukminin.
4)
Menyampaikan peringatan-peringatan Allah SWT.
b. QS:Al-Anbiya
| Ayat: 16
ومَا خَلَقْنَا السَّمَاءَ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا لَاعِبِينَ
Artinya: “Dan tidaklah Kami
ciptakan Iangit dan bumi dan segala yang ada di antara keduanya dengan
bermain-main.”
Dalam
ayat ini Allah SWT. menjelaskan bahwa Dia menciptakan langit dan bumi serta
semua yang terdapat di antaranya, tidaklah untuk maksud yang percuma atau
main-main, melainkan dengan tujuan yang benar, yang sesuai dengan hikmah dan
sifat-sifat-Nya yang sempurna.
Pernyataan
ini merupakan tangkisan terhadap sikap dan perbuatan kaum kafir yang
mengingkari kenabian Muhammad SAW, serta kemukjizatan Al-Qur’an. Karena.
tuduhan-tuduhan yang mereka lemparkan kepadanya yaitu, bahwa Al-Qur’an adalah
buatan Muhammad, bukan wahyu dan mukjizat yang diturunkan Allah kepadanya
adalah berarti bahwa mereka tidak mengakui ciptaan Allah dan seakan-akan Allah
menciptakan sesuatu hanya untuk main-main dan tidak mempunyai tujuan yang benar
dan luhur. Padahal Allah menciptakan langit dan bumi dan seisinya dan yang ada
di antaranya, adalah agar manusia menyembah-Nya dan berusaha untuk mengenal-Nya
melalui ciptaan-Nya itu. Akan tetapi maksud tersebut barulah dapat tercapai
dengan sempurna apabila penciptaan alam itu disusuli dengan penurunan Kitab
yang memberikan petunjuk dan dengan mengutus para Rasul untuk membimbing
manusia. Dan Al-Qur’an, selain menjadi petunjuk bagi manusia, juga berfungsi
sebagai mukjizat terbesar bagi Muhammad SAW, untuk membuktikan kerasulannya.
Oleh sebab itu, orang-orang yang mengingkari kerasulan Muhammad dengan
sendirinya berarti mereka menganggap bahwa Allah menciptakan alam ini dengan
sia-sia, tanpa adanya tujuan dan hikmah yang luhur, tanpa ada manfaat dan
kegunaannya.
Apabila
manusia mau memperhatikan apa-apa yang di bumi ini, baik yang terdapat di permukaannya,
maupun yang tersimpan dalam perut bumi itu, niscaya ia akan menemukan banyak
keajaiban yang menunjukkan kekuasaan Allah. Dan jika ia yakin, bahwa kesemuanya
itu diciptakan Allah untuk kemaslahatan dan kemajuan hidup manusia sendiri,
maka ia akan merasa bersyukur kepada Allah dan meyakini bahwa semuanya itu
diciptakan Allah berdasar tujuan yang luhur karena semuanya memberikan faedah
yang tak terhitung banyaknya. Bila manusia sampai kepada keyakinan semacam itu,
sudah pasti ia tidak akan mengingkari Al-Qur’an dan tidak akan menolak
kerasulan Nabi Muhammad SAW.
c. Q.S. Al-Sajdah :4
اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ
وَمَابَيْنَهُمَا فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ مَا لَكُمْ
مِنْدُونِهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَاشَفِيعٍ أَفَلَا تَتَذَكَّرُونَ
Artinya: “Allah-lah
yang telah menciptakan langit dan bumi dan segala yang ada diantara keduanya
dalam waktu enam hari, kemudian dia bersemayam di atas Arsy. Kamu semua tidak
memiliki seorang penolong dan pemberi syafaat pun selain diri-Nya. Lalu, apakah
kamu tidak memperhatikannya ?”(Q.S.
Al-Sajdah [32] :4 )
Ayat ini menerangkan bahwa Tuhan
yang telah menurunkan Alquran kepada Muhammad saw itu adalah Tuhan Pencipta
langit dan bumi dan segala sesuatu yang ada di antara keduanya dalam enam masa.
Yang dimaksud dengan enam masa dalam ayat ini bukanlah hari (masa) yang dikenal
seperti sekarang ini, tetapi adalah hari sebelum adanya langit dan bumi. Hari
pada waktu sekarang ini adalah setelah adanya langit dan bumi serta telah
adanya peredaran bumi mengelilingi matahari dan sebagainya.
Setelah Allah menciptakan langit
dan bumi, maka Dia pun bersemayam di atas Arasy, sesuai dengan kekuasaan dan
kebesaran-Nya. Allah SWT menegaskan bahwa tidak seorangpun yang dapat mengurus
segala urusannya, menolak bahaya, malapetaka dan siksa. Dan tidak seorangpun
yang dapat memberi syafaat ketika azab menimpanya, kecuali Allah semata, karena
Dialah Yang Maha Kuasa menentukan segala sesuatu.Kemudian Allah SWT
memperingatkan: “Apakah kamu
hai manusia tidak dapat mengambil pelajaran dan memikirkan apa yang selalu kamu
lihat itu? Kenapa kamu masih juga menyembah selain Allah?
d. Q.S. Al-Kahfi :51
مَا أَشْهَدْتُهُمْ خَلْقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلَاخَلْقَ
أَنْفُسِهِمْ وَمَاكُنْتُمُ متَّخِذَ الْمُضِلِّينَ عَضُدًا
Artinya: “aku
tidak menghadirkan mereka (iblis dan anak cucunya) untuk menyaksikan penciptaan
langit dan bumi dan tidak (pula) penciptaan diri mereka sendiri; dan tidaklah
aku mengambil orang-orang yang menyesatkan itu sebagai penolong.”(Q.S.
Al-Kahfi [18] :51 )
Dalam ayat ini Allah SWT
menerangkan kekuasaan-Nya, dan bahwa setan itu tidak berhak untuk menjadi
pembimbing atau pelindung bagi manusia. Setan itu tidak mempunyai hak sebagai
pelindung, tidak hanya disebabkan kejadiannya dari lidah api saja tetapi juga
karena mereka tidak mempunyai saham dalam menciptakan langit dan bumi ini.
Allah SWT menegaskan bahwa iblis dan setan-setan itu tidak dihadirkan untuk
menyaksikan penciptaan langit dan bumi ini, di kala Allah menciptakannya,
bahkan tidak pula penciptaan dari mereka sendiri, dan tidak pula sebagian
mereka menyaksikan penciptaan sebagian yang lain. Bilamana mereka tidak hadir
dalam penciptaan itu, bagaimana mungkin mereka memberikan pertolongan dalam
penciptaan tersebut.
Patutkah setan-setan itu dengan
keadaan demikian dijadikan sekutu Allah? Allah SWT dalam menciptakan langit dan
bumi ini tidak pernah sama sekali menjadikan setan-setan, berhala-berhala,
sembahan-sembahan lainnya sebagai penolong, hanya Dia sendirilah yang
menciptakan alam semesta ini, tanpa pertolongan siapapun. Bilamana setan-setan
itu dan berhala-berhala itu tidak ikut serta dalam menciptakan itu tentulah
mereka tidak patut dijadikan sekutu Allah dalam peribadatan seseorang hamba
Nya. Sebab orang yang ikut disembah yang ikut pula dalam penciptaan bumi dan
langit ini. Sekutu dalam penciptaan, sekutu pula dalam menerima ibadah. Dan
sebaliknya tidak bersekutu dalam penciptaan, tidak bersekutu pula dalam
menerima ibadah.
e. Q.S. Al-Baqarah: 29
هُوَالَّذِي خَلَقَلَكُمْ مَافِي الْأَرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ
اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَهُوَبِكُلِّ شَيْءٍ
عَلِيمٌ
Artinya :“ Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di
bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya
tujuh langit. dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu.” (Q.S. Al-Baqarah [2]
:29 )
(Dia-lah Allah, yang
menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu); sebagai kemuliaan dari-Nya dan
nikmat bagi manusia serta perbekalan hidup dan kemanfaatan untuk waktu
tertentu. (dan Dia berkehendak [menciptakan] langit); lafazh “Tsummas tawa:
(artinya): ‘dan Dia berkehendak (menciptakan)’ ”, mashdar/kata bendanya adalah
istiwa’. Jadi, al-Istiwa’ artinya meninggi dan naik keatas sesuatu sebagaimana
makna firman Allah Ta’ala (dalam ayat yang lain-red): “Apabila kamu dan
orang-orang yang bersamamu telah berada di atas bahtera itu…”.
(QSAl-Mu’minun/23:28). (lalu dijadikan-Nya); meluruskan (menyempurnakan)
penciptaannya (langit) sehingga tidak bengkok (tidak ada cacat didalamnya-red)
[Zub]. (tujuh langit! Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu); meskipun
demikian Ilmu-Nya mencakup segala sesuatu, Maha Suci Dia Yang tiada ilah dan
Rabb (Yang berhak disembah) selain-Nya.
Dari
kelima ayat di atas, menunjukan bahwa Allah SWT lah dengan segala ke maha
kuasaan-Nya yang telah menciptakan alam semesta, tanpa ada campur tangan
dari siapapun. Kelima ayat di atas pun sekaligus menentang pada pernyataan para
philosof materalis yang mengatakan bahwa “alam semesta ini telah ada sejak dulu
tanpa ada perubahan apapun dan akan tetap menjadi seperti ini sampai akhir
nanti.”
1.2. Teori Big Bang
Big Bang merupakan model
penciptaan alam semesta yang menerangkan bahwa alam semesta telah “diciptakan
dari ketiadaan.” Edwin Hubble (1929) memulai penelitian di
observatorium Mount Wilson California, Amerika. Dia membuat salah
satu penemuan terbesar di sepanjang sejarah astronomi. Ketika mengamati
bintang-bintang dengan teleskop raksasa, ia menemukan bahwa mereka memancarkan
cahaya merah sesuai dengan jaraknya. Hal ini berarti bahwa bintang-bintang ini
“bergerak menjauhi” kita. Sebab, menurut hukum fisika yang diketahui,
spektrum dari sumber cahaya yang sedang bergerak mendekati pengamat cenderung
ke warna ungu, sedangkan yang menjauhi pengamat cenderung ke warna merah.
Sebelumnya, Hubble telah membuat
penemuan penting lain. Bintang dan galaksi bergerak tak hanya menjauhi kita,
tapi juga menjauhi satu sama lain.Dari sini dapat disimpulkan dari suatu alam
semesta di mana segala sesuatunya bergerak menjauhi satu sama lain adalah bahwa
ia terus-menerus “mengembang”.
Adapun
arti mengembang, maka ini menunjukan bahwa pada awalnya ia berasal
dari satu titik tunggal. Perhitungan menunjukkan bahwa “titik tunggal” ini
yang berisi semua materi alam semesta haruslah memiliki “‘volume nol”, dan
“kepadatan tak hingga”. Alam semesta telah terbentuk melalui ledakan titik
tunggal bervolume nol ini.dan ledakan inilah yang disebut dengan Big Bang.
Teori Big Bang menunjukkan, semua
benda di alam semesta pada awalnya adalah satu wujud, dan kemudian terpisah-pisah.
Ini diartikan bahwa keseluruhan materi diciptakan melalui Big Bang atau ledakan
raksasa dari satu titik tunggal, dan membentuk alam semesta kini dengan cara
pemisahan satu dari yang lain.
2.
Fase-Fase Penciptaan Alam Semesta Menurut Al-Quran
Kamus Besar Bahasa Indonesia
mendefinisikan kata ‘fase’ adalah tingkatan masa (perubahan, perkembangan, dsb).
Sehingga dapat disimpulkan perkembangan ataupun perubahan tahap-tahap
penciptaan alam semesta dalam hal ini ditinjau dari al-Qur’an dan tidak lupa juga
menyertakan penjelasan di dalam Hadits. Akan tetapi, menyusun tahapan
penciptaan alam semesta di dalam a-Qur’an bukan perkara yang mudah – disamping
minimnya referensi terutama asbabun nuzul (sebab-sebab turunnya ayat) ataupun
penjelasan dari hadits berkaitan dengan fase-fase penciptaan diperparah dengan
kemunculan cerita-cerita dari Israiliyat dan hadits yang dlaif maupun maudlu
(palsu).
Sebab, dari segi susunan ayat
yang menerangkan tahapan penciptaan di dalam al-Qur’an seolah mengalir seperti
firman Allah di dalam surat Fushilat ayat 9-12. Tidak seperti puzzle yang
memang harus disusun sehingga membentuk satuan gambar yang utuh bisa dikenali.
Namun, jika disusun seperti puzzle yang pernah kita mainkan maka akan membentuk
sebuah gambaran penciptaan alam semesta yang saat ini dunia akui keabsahannya
dari berbagai rangkaian eksperimen dan bukti yang otentik.
a.
Enam Masa Penciptaan Alam Semesta
Al-Qur’an menyebutkan dalam
sittati ayyaamin yang berarti enam masa yang panjang.
Sebagaimana dalam
al-qur’an (Q.S. Al-Sajdah [32] :4 ):
اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ
وَمَابَيْنَهُمَا فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ مَا لَكُمْ
مِنْدُونِهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا شَفِيعٍ أَفَلَا تَتَذَكَّرُونَ
Artinya : “Allah-lah yang telah menciptakan
langit dan bumi dan segala yang ada diantara keduanya dalam waktu enam hari,
kemudian dia bersemayam di atas Arsy.Kamu semua tidak memiliki seorang penolong
dan pemberi syafaat pun selain diri-Nya. Lalu, apakah kamu tidak
memperhatikannya ?”
Dari ayat di atas Allah SWT
menyebutkan penciptaan langit dan bumi dalam enam masa (sittati ayyaamin)
selanjutnya para mufasir bersepakat dalam menafsirkan ayat ini, bahwa yang
disebut dengan (sittati ayyaamin) adalah enam tahapan atau proses bukan enam
hari sebagaimana mengartikan kata ayyaamin.
Adapun kronologis penciptaan
dalam Al-Qur’an adalah :
1) Fase Pertama
َوَلَمْيَرَالَّذِينَ كَفَرُواأَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ
كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنَاهُمَا وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كلَّ شَيْءٍ حَيٍّ
أَفَلَا يُؤْمِنُون
Artinya: “Dan apakah orang-orang kafir
tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu
yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya…”(Q.S. AlAnbiya [21] :30)
Ini dimulai dengan sebuah ldakan besar
(bigbang) sekitar 12-20 miliar tahun lalu.Inilah awal terciptanya materi,
energy, dan waktu. “Ledakan” pada hakikatnya adalah pengembangan ruang.Materi
yang mula-mula terbentuk adalah hydrogen yang menjadi bahan dasar bagi
bintang-bintang generasi pertama.Hasi fusi nuklir antara inti-inti hydrogen,
meghasilkan unsure-unsur yang lebih berat, seperti karbon, oksigen, sampai besi
atau disebut juga Nukleosintesis Big Bang.
Nukleosintesis Big Bang terjadi
pada tiga menit pertama penciptaan alam semesta dan bertanggung jawab atas
banyak perbandingan kelimpahan 1H (protium), 2H
(deuterium), 3He
(helium-3), dan 4He (helium-4), di
alam semesta.Meskipun 4He terus saja dihasilkan oleh mekanisme
lainnya (seperti fusi bintang dan peluruhan alfa) dan jumlah jejak 1H
terus saja dihasilkan oleh spalasi dan jenis-jenis khusus peluruhan
radioaktif (pelepasan proton dan pelepasan neutron),
sebagian besar massa isotop-isotop ini di alam semesta, dan semua kecuali
jejak-jejak yang tidak signifikan dari 3He dan deuterium di
alam semesta yang dihasilkan oleh proses langka seperti peluruhan kluster,
dianggap dihasilkan di dalam proses Big Bang. Inti
atom unsur-unsur ini, bersama-sama 7Li, dan 7Be
diyakini terbentuk ketika alam semesta berumur 100 sampai 300 detik, setelah plasma kuark–gluon primordial membeku untuk membentuk proton dan neutron.
Karena periode nukleosintesis Big Bang sangat
singkat sebelum terhentikan oleh pengembangan dan pendinginan, tidak ada unsur
yang lebih berat daripada litium yang dapat dibentuk.(Unsur-unsur
terbentuk pada waktu ini adalah dalam keadaan plasma, dan tidak mendingin ke
keadaan atom-atom netral hingga waktu lama).
2) Fase Kedua
هُوَالَّذِي خَلَقَلَكُمْ مَافِي الْأَرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ
اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَهُوَبِكُلِّ شَيْءٍ
عَلِيمٌ
Artinya : “Dia-lah Allah,
yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak
(menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan Dia Maha mengetahui
segala sesuatu” (Q.S. Al-Baqarah [2] : 29)
Masa ini adalah pembentukan
langit. Pengetahuan saat ini menunjukan bahwa langit biru hanyalah disebabkan
hamburan cahaya matahari oleh partikel-partikel atmosfer. Di luar atmosfer
langit biru tak ada lagi, yang ada hanyalah titik cahaya bintang , galaxy, dan
benda-benda langit lainnya. Jadi, langit bukanlah hanya kubah biru yang ada di
atas sana, melainkan keseluruhan yang ada di atas sana (bintang-bintang,
galaxy, dan benda-benda langit lainnya), maka itulah hakikat langit yang
sesungguhnya. Adapun dalam fase ini, pembentukan bintang-bintang di dalam
galaxy yang masih berlangsung hingga saat ini.
3) Fase Ketiga
Pada masa ini dalam penciptaan
alam semesta adalah proses penciptaan tata surya, termasuk bumi. Selain
itu pada masa ini juga terjadi proses pembentukan matahari sekitar 4,6 miliar
tahun lalu dan mulai di pancarkannya cahaya dan angin matahari. Proto-bumi
(bayi bumi) yang telah terbentuk terus berotasi menghasilkan fenomena siang dan
malam di bumi sebagaimana yang Allah SWT firmankan dengan indah :
….وَأَغْطَشَ لَيْلَهَا
وَ أَخْرَجَ ضُحَاهَا….
Artinya : “dan Dia
menjadikan malamnya gelap gulita, dan menjadikan siangnya terang benderang.” Q.S
An-Nazi’at [79] : 29
4) Fase Keempat
Bumi yang terbentuk dari
debu-debu antarbintang yang dingin mulai menghangat dengan pemanasan sinar
matahari dan pemanasan dari dalam (endogenik) dari peluruhan unsure-unsur
radioaktif di bawah kulit bumi.
Akibat pemanasan endogenik itu
materi di bawahkulit bumi menjadi lebu,antara lain muncul sebagai lava dari
gunung api. Batuan basalt yang menjadi dasar lautan dan granit yang menjadi
batuan utama di daratan merupakan hasil pembekuan materi leburan tersebut.
Pemadatan kulit bumiyang menjadi dasar lautan dan daratan itulah yang tampaknya
dimaksudkan “penghamparan bumi” .sebagaimana Allah SWT berfirman :
….وَالْأَرْضَ بَعْدَ
ذَلِكَ دَحَاهَا….
Artinya :“dan bumi sesudah itu
dihamparkan-Nya.”(Q.S. an-Naziat [79] :30)
5) Fase Kelima
Hadirnya air dan atmosfer di bumi
menjadi prasyarat terciptanya kehidupan di bumi. Sebagaimana firmanAllah SWT :
…وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ
حَيٍّ أَفَلَا يُؤْمِنُونَ….
Artinya :“…dan dari air Kami
jadikan segala sesuatu yang hidup… “ (Q.S. al-anbiya [21] : 30
Selain itu, pemanasan matahari
menimbulkan fenomena cuaca dibumi, yakni awan dan halilintar. Melimpahnya air
laut dan kondisi atmosfer purba yang kaya akan gas metan (CH4)dan ammonia (NH3)
serta sama sekali tidak mengandung oksigenbebas dengan bantuan energy listrik
dan halilintar diduga menjadi awal kelahiran senyawa organic.Senyawa
organic yang mengikuti aliran air akhirnya tertumpuk di laut. Kehidupan
diperkirakan bermula dari laut yang hangat sekitar 3,5 miliar tahun lalu
berdasarkan fosil tertua yang pernah ditemukan. Sebagaimana dikembalikan pada
surat Al Anbiya [21] ayat 30 yang telah menyebutkan bahwasannya semua makhluk
hidup berasal dari air.
6) Fase Keenam
Masa keenam dalam proses
penciptaan ala mini adalah dengan lahirnya kehidupan di bumi yang dimulai dari
makhluk bersel tunggal dan tumbuh-tumbuhan.Hadirnya tumbuhan dan proses
fotosintesis sekitar 2 miliar tahun lalu menyebabkan atmosfer mulai terisi
dengan oksigen bebas. Pada masa ini pula proses geologis yang menyebabkan
pergeseran lempengan tektonik dan lahirnya rantai pegunungan di bumi terus
berlanjut.
Setelah mengkaji cara Al-Quran
menjelaskan tentang penciptaan alam semesta. Penulis menyadari bahwa ilmu
pengetahuan dan Al-Qur’an adalah bagaikan dua sisi mata uang yang tak bisa
dipisahkan antara satu sama lainnya. Seperti yang penulis kutip dari seorang
ilmuan besar Albert Einsten: ”religion without science is blind and science
without religion is damage.” (Albert Einstein, 1960)
Ilmu yang tidak disertai dengan
agama akan hancur dan tumbang karena tidak adanya kekuatan iman. Sedangkan
agama tanpa ilmu akan menjadi rusak karena akan dapat salah mengartikannya.
Sebagaimana orang-orang materalis yang selalu menentang akan adanya penciptaan
alam semesta. Ini merupakan contoh yang sangat
signifikan jika ilmu pengetahuan tidak disertai dengan ajaran-ajaran agama.
Untuk itu penulis dapat
menyimpulkan bahwa :
(1)
Kebenaran Al-Qur’an akan selalu
terbukti sampai kapanpun.
(2)
Alam semesta berasal dari
ketiadaan dan kemudian menjadi ada, ( terjadi proses penciptaan) oleh Allah SWT
(3)
Penciptaan alam semesta terjadi
secara berproses (berkembang) sebagaimana yang telah Al-Qur’an
jelaskan dan tidak statis (tetap).
(4)
Al-Qur’an lebih dahulu
menceritakan tentang proses penciptaan alam semesta jauh sebelum ilmu
pengetahuan mencapainya (sekitar abad 6) dan kini kebenaran Al-qur’an itu sudah
dapat dibuktikan kebenarannya dengan adanya kecocokan dalam sains (abad-20).
(5)
Ilmu dan agama akan selalu
sejalan selaras bersamaan.
3.
Fungsi dan Manfaat Alam Semesta
bagi Manusia.
a. QS:Al-Anbiyaa
| Ayat: 30
أَوَلَمْ
يَرَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا
فَفَتَقْنَاهُمَا ۖ وَجَعَلْنَا
مِنَ الْمَاءِ. كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ ۖ أَفَلَا يُؤْمِنُونَ
Artinya: “Dan apakah
orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya
dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari
air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga
beriman?”
Ayat
di atas menjelaskan bahwa orang kafir dan musyrik Makkah sebelumnya tidak
memperhatikan, bahkan tidak peduli dengan fenomena-fenomena alam yang terjadi. Nalar mereka
digugah dan diajak untuk berfikir
melalui firman-Nya,
أَوَلَمْ يَرَ الَّذِينَ كَفَرُوا
“Dan apakah orang-orang kafir
tidak mengetahui”
Apakah
orang-orang yang mengingkari Allah (yang berhak diibadahi dengan benar) dan
orang-orang yang menyembah selain Allah tidak mengetahui, bahwa hanya Allah
yang menciptakan dan mengatur segala ciptaan-Nya? Lalu, jika mereka mengetahui,
bagaimana mungkin belum juga percaya bahwa tidak ada satu pun dari makhluk yang
terdapat di langit dan di bumi yang wajar dipertuhankan?.
Tidakkah
mereka melihat yakni menyaksikan dengan mata hati dan pikiran sejelas pandangan
mata
أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا
“Bahwasanya langit dan bumi itu
dahulu adalah sesuatu yang padu (menyatu).” Maksudnya, pada langit dan bumi
seluruhnya saling berkaitan dan tersusun antara sebagian dengan sebagian yang
lain. Kemudian dia memisahkan bagian yang satu dengan bagian lainnya.
Sufyan
ats-Tsauri mengatakan dari bapaknya dari ‘Ikrimah bahwa dia mengatakan, “Ibnu
‘Abbas r.a pernah ditanya, “mana yang lebih dulu malam atau siang?” Dia
menjawab, “Bukankah kamu mengetahui bahwa ketika langit bumi dulu masih
bersatu, tidak ada keduanya kecuali kegelapan? Itu agar kamu mengetahui bahwa
malam itu telah ada sebelum siang.”
Tentang
cara Allah memisahkan keduanya, beberapa ulama’ tafsir banyak berbeda pendapat.
Sebagian mengatakan bahwa pada awalnya langit dan bumi ini menyatu, kemudian
Allah mengangkat langit ke atas dan membiarkan bumi tetap di tempatnya berada
di bawah lalu memisahkan keduanya dengan udara. Sebagian berpendapat bahwa
pemisahan langit dan bumi melalui penciptaan angin. Sebagian lagi berpendapat
pemisahan langit dengan hujan dan bumi dengan tumbuh-tumbuhan. Sedangkan para
ilmuwan modern mengemukakan bahwa telah terjadi big bang yaitu
dentuman besar dari Singularity sampai terpisahnya Gaya Gravitasi
dari Gaya Tunggal (superforce) dan ruang-waktu mulai memisah. Pemisahan
selanjutnya adalah terjadinya planet dan bintang-bintang.
Sebenarnya
akal manusia mempunyai kesiapan untuk megkaji berbagai keajaiban adan fenomena
alam. Nabi Muhammad SAW juga telah menjelaskan hal ini. Namun, kaumnya dan umat
semasa mereka tidak mau memikirkannya hingga dapat membuktikan bahwa penjelasan
itu adalah wahyu yang disampaikan kepada beliau dari Tuhan Yang Maha Tahu.
Kalau saja mereka tidak ingkar, dan hati mereka tidak buta, niscaya penjelasan
ini saja sudah cukup bagi mereka untuk segera mempercayai beliau dan beriman
kepada risalahnya:
فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى الْأَبْصَارُ وَلَٰكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي
فِي الصُّدُورِ
“Karena sesungguhnya bukanlah mata
itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada.” (QS.Al Hajj: 46)
Lalu
langit menurunkan hujan, sehingga bumi pun dapat menumbuhkan tanaman. Oleh
karena itu Allah berfirman,
وَجَعَلْنَا
مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ
“Dan dari air kami jadikan segala
sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tidak juga beriman?”
Bahwa semua makhluk hidup di alam
ini memerlukan air untuk kelangsungan hidupnya. Baik manusia, hewan, maupun
tumbuh-tumbuhan. Tanpa air, makhluk hidup akan mati.
Quraish
Shihab, sebagaimana yang ia kutip dari pendapat para pengarang Tafsir
al-Muntakhab mengemukakan ayat di atas telah dibuktikan kebenarannya
melalui penemuan beberapa cabang ilmu pengetahuan, antara lain:
1)
Sitologi (ilmu tentang susunan dan fungsi
sel)
Air
adalah komponen terpenting dalam pembentukan sel yang merupakan satuan bangunan
pada setiap makhluk hidup, baik hewan maupun tumbuhan.
2)
Biokimia
Air
adalah unsur yang sangat penting pada setiap interaksi dan perubahan yang
terjadi di dalam tubuh makhluk hidup. Air dapat berfungsi sebagai media, faktor
pembantu, bagian dari proses interaksi, atau bahkan hasil dari sebuah proses
interaksi itu sendiri.
3)
Fisiologi (ilmu cabang biologi yg berkaitan
dng fungsi dan kegiatan kehidupan atau zat hidup (organ, jaringan, atau sel))
Air
sangat dibutuhkan agar masing-masing organ dapat berfungsi dengan baik.
Hilangnya fungsi tersebut akan berarti kematian.
Menurut
para ilmuan, sebagaimana yang dikemukakan dalam Tafsir ‘Ilmi, ada tiga
pandangan yang berhubungan dengan kehidupan yang dimulai dari adanya air,
antara lain:
1)
Kehidupan dimulai dari dalam air yaitu di
laut.
2)
Peran air bagi kehidupan dapat di ekspresikan
dalam bentuk semua makhluk hidup, terutama kelompok hewan. Firman Allah
QS.An-Nur: 45
وَاللَّهُ
خَلَقَ كُلَّ دَابَّةٍ مِنْ مَاءٍ ۖ
“Dan Allah telah menciptakan semua
jenis hewan dari air.”
3)
Unsur air merupakan bagian yang sangat
penting bagi kehidupan makhluk. Pada kenyataannya, dua pertiga dari bagian
tubuh makhluk hidup ini mengandung air.
b. QS:Al-Mulk
| Ayat: 3
الَّذِي
خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ طِبَاقًا ۖ مَا تَرَىٰ فِي خَلْقِ الرَّحْمَٰنِ مِنْ
تَفَاوُتٍ ۖ فَارْجِعِ
الْبَصَرَ هَلْ تَرَىٰ مِنْ فُطُورٍ
Artinya:
“Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak
melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka
lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?”
الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ طِبَاقًا
Dialah
yang telah mengadakan tujuh langit yang sebagiannya di atas sebagian yang lain
di udara yang kosong, tanpa tiang dan tanpa pengikat yang mengikatnya, serta
keistimewaan setiap langit dengan cakupan tertentu, dan dengan sistem yang
tetap tidak berubah-ubah. Bahkan dengan sistem daya tarik yang indah di
antara benda bumi dan langit, sebagaimana firman-Nya :
اللَّهُ
الَّذِي رَفَعَ السَّمَاوَاتِ بِغَيْرِ عَمَدٍ تَرَوْنَهَا ۖ ثُمَّ اسْتَوَىٰ عَلَى الْعَرْشِ ۖ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ ۖ كُلٌّ يَجْرِي لِأَجَلٍ مُسَمًّى ۚ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ يُفَصِّلُ الْآيَاتِ
لَعَلَّكُمْ بِلِقَاءِ رَبِّكُمْ تُوقِنُونَ
Artinya:
“Allah-lah Yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat,
kemudian Dia bersemayam di atas ´Arasy, dan menundukkan matahari dan bulan.
Masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan. Allah mengatur urusan
(makhluk-Nya), menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), supaya kamu meyakini
pertemuan(mu) dengan Tuhanmu.”(QS:Ar-Ra'd | Ayat: 2)
Disebutkan
juga dalam QS. Luqman | Ayat: 10
خَلَقَ
السَّمَاوَاتِ بِغَيْرِ عَمَدٍ تَرَوْنَهَا ۖ وَأَلْقَىٰ فِي الْأَرْضِ رَوَاسِيَ أَنْ
تَمِيدَ بِكُمْ وَبَثَّ فِيهَا مِنْ كُلِّ دَابَّةٍ ۚ وَأَنْزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَنْبَتْنَا
فِيهَا مِنْ كُلِّ زَوْجٍ كَرِيمٍ
Artinya: “Dia
menciptakan langit tanpa tiang yang kamu melihatnya dan Dia meletakkan
gunung-gunung (di permukaan) bumi supaya bumi itu tidak menggoyangkan kamu; dan
memperkembang biakkan padanya segala macam jenis binatang. Dan Kami turunkan
air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan padanya segala macam tumbuh-tumbuhan
yang baik.”
Tujuh
langit berlapis-lapis atau bertingkat-tingkat jangan dipahami adanya
lapisan-lapisan langit. Tujuh langit bermakna jumlah yang sangat banyak, tak
terhingga, benda-benda langit di jagat raya. Berlapis-lapis atau
bertingkat-tingkat bermakna jaraknya yang berbeda-beda, ada yang dekat (masih
di lingkungan bumi dan tata surya, termasuk atmosfer bumi) dan ada yang jauh.
Semua nampak sederhana, namun Allah menunjukkan kekuasaannya yang luar biasa.
Kemudian,
Dia menyebutkan bukti-bukti ilmu pengetahuan-Nya. Dia berfirman :
مَا تَرَىٰ فِي خَلْقِ الرَّحْمَٰنِ مِنْ تَفَاوُتٍ ۖ فَارْجِعِ الْبَصَرَ هَلْ تَرَىٰ مِنْ فُطُورٍ
“Wahai
orang yang melihat, engkau tidak akan melihat kekacauan dan ketidak seimbangan,
sehingga tidak ada satu pun dari ciptaan-Nya yang melampaui batas yang telah
ditentukan bagi-Nya, baik dengan menambah maupun mengurangi.” Hal ini sesuai dengan QS.
Al-A’la: 2-3 dan QS. Yasiin: 38-40, setiap sesuatu selain Allah itu mempunyai
ukuranya masing-masing. Jika suatu ciptaan melanggar hukumnya dan melampaui
ukurannya, maka alam semesta menjadi kacau. Allah menyuruh kita untuk terus
melihat dan memperhatikannya, sehingga jelas dan tidak ada lagi keraguan dalam
membuktikan keserasian dan keselamatan dari kekacauan dan keretakan di antara
semua itu.
فِي خَلْقِ الرَّحْمَٰنِ مِنْ تَفَاوُتٍ
Tidak
dikatakan فيها , karena untuk mengagungkan ciptaan-ciptaan itu, dan untuk
memperingatkan sebab keselamatannya dari kekacauan dan keretakan, di samping
semua itu adalah ciptaan Ar-Rahman. Ar-Rahman telah menciptakan semua itu
dengan cemerlang qudrah-Nya dan keluasan rahmat-Nya, merata sebagai
karunia dan kemurahan-Nya di seluruh alam semesta.
c. QS:Fushshilat
| Ayat: 53
سَنُرِيهِمْ
آيَاتِنَا فِي الْآفَاقِ وَفِي أَنْفُسِهِمْ حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُ
الْحَقُّ ۗ أَوَلَمْ
يَكْفِ بِرَبِّكَ أَنَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ
Artinya:
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di
segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka
bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu
menjadi saksi atas segala sesuatu?”
Ayat
di atas menjelaskan bahwa orang musyrik ragu-ragu kepada Al-Qur’an dan Rasulullah.
Mereka akan melihat dengan mata kepala mereka bukti-bukti kebenaran ayat-ayat
Allah SWT di segala penjuru dunia dan pada diri mereka sendiri. Sebagaimana
janji Allah akan memperlihatkan kepada mereka peristiwa-peristiwa yang Kami
timbulkan di negeri-negeri sekitar Makkah dan di Makkah sendiri lewat kedua
tangan Nabi Kami, dan lewat kedua tangan para Khalifah-Nya dan para sahabatnya.
Mereka
melihat dan menyaksikan sendiri kaum muslimin dalam keadaan lemah dan tertindas
selama berada di Makkah, kemudian Rasulullah dan para sahabat hijrah ke Madinah
meninggalkan kempung halaman yang mereka cintai. Rasulullah selama di Madinah
bersama kaum Muhajirin dan Anshorin membentuk dan membina masyarakat Islam.
Masyarakat baru itu semakin lama semakin kuat dan berkembang. Hal ini dirasakan
oleh kaum musyrik di Makkah, karena itu mereka pun selalu berusaha agar
kekuatan baru itu dapat segera dipatahkan. Kekuatan Islam dan kaum muslimin
pertama kali dirasakan oleh kaum musyrik adalah ketika perang Badar dan kemudian
ketika mereka mencerai-beraikan dalam perang Khandaq. Yang terakhir ialah pada
waktu Rasulullah dan kaum muslimin menaklukkan kota Makkah tanpa perlawanan
dari orang-orang musyrik. Akhirnya mereka menyaksikan manusia
berbondong-bondong masuk Islam, termasuk orang-orang musyrik, keluarga, dan
teman mereka sendiri. Semua itu merupakan bukti-bukti kebenaran ayat Allah SWT.
Quraish
Shihab mengutip pernyataan Sayyid Quthub, bahwa Allah telah membuktikan
kebenaran janji-Nya. Allah telah mengungkap buat manusia ayat-ayat-Nya di ufuk
sepanjang empat belas abad sejak penyampaian janji ini, dan sampai kini masih
saja Allah mengungkapkannya karena setiap saat lahir suatu penemuan hakikat
baru yang belum dikenal sebelumnya. Demikian Sayyid Quthub yang lebih jauh mengungkap
sedikit dari penemuan-penemuan menyangkut alam.
أَوَلَمْ يَكْفِ بِرَبِّكَ أَنَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ
Allah
SWT menegaskan dalam firman tersebut شَهِيدٌ, dapat dipahami sebagai pelaku, bahwa Dia menyaksikan segala
perilaku hamba-hambaNya, baik berupa perkataan, perbuatan, atau tingkah laku
dan Dia Maha Mengetahui segala isi hati manusia. Dapat pula sebagai objek yakni
Allah Maha Disaksikan kapan, di manapun dan kapanpun mata kita memandang atau
pikiran kita tertuju, maka di sanalah kita menemukan bukti tentang wujud dan
ke-Esa-an-Nya.
Banyak
orang yang mengatakan bahwa dengan mempelajari alam, termasuk diri kita
sendiri, dapat membawa kepada pemahaman tantang adanya Tuhan. Alam adalah buku
yang menanti untuk dipalajari. Akan tetapi, harapan Tuhan dalam menurunkan ayat
di atas tidak selalu dipahami manusia. QS. Yunus: 101 adalah salah satu
diantara banyak ayat yang memberitahu kita bahwa hanya ilmuwan yang memiliki
keimananlah yang dapat memahami Tuhan dengan mempelajari alam.
d. QS:Ali
Imran | Ayat: 191
الَّذِينَ
يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ
فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا
سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Artinya: “(yaitu)
orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan
berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya
berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia,
Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.”
Ayat
di atas menjelaskan tentang ciri-ciri orang berakal. Yaitu, orang yang
senantiasa mengingat Allah, berusaha mematuhi segala perintah-Nya dan menjauhi
larangan-Nya. Di setiap aktivitasnya, baik saat ia berdiri, berjalan, berlari,
duduk, berbaring, tiduran atau bahkan saat tidak melakukan apa-apa. Selalu
tenggalam dalam kesibukan mengoreksi diri secara sadar bahwa Allah selalu
mengawasi makhluk-Nya.
Hal
tersebut masih belum cukup untuk menjamin hadirnya hidayah. Tetapi perlu
diimbangi dengan memikirkan keindahan ciptaan dan rahasia-rahasia ciptaan-Nya.
وَيَتَفَكَّرُونَ
فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ
Mereka
mau memikirkan tentang kejadian langit dan bumi beserta rahasia-rahasia dan
manfaat-manfaat yang terkandung di dalamnya yang menunjukkan pada ilmu yang
sempurna, hikmah yang tinggi, dan kemampuan yang utuh.
رَبَّنَا
مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ
Orang
mukmin yang mau menggunakan akal pikirannya, selalu menghadap Allah dengan doa
dan ibtihal semacam ini. Tuhan kami, tidak sekali-kali Engkau
menciptakan alam yang di atas dan yang di bumi yang kami saksikan tanpa arti,
dan Engkau tidak menciptakan semuanya dengan sia-sia. Maha suci Engkau dari
segala yang tidak berarti dan sia-sia. Semua ciptaan Allah tidak sia-sia, semua
bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Sesudah
ia melihat bukti-bukti yang menunjukkan kepada keindahan hikmah, ia pun luas
pengetahuannya tentang detail-detail alam semesta yang menghubungkan manusia
dengan tuhannya.
فَقِنَا
عَذَابَ النَّارِ
Seraya
memohon pertolongan Allah agar bisa melakukan amal saleh melalui pemahaman
tentang bukti-bukti alam semesta, sehingga terpelihara dari siksaan neraka.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Teori
evolusi manusia yang diperkenalkan oleh Darwin merupakan suatu penipuan yang besar dalam dunia keilmuan bahkan merupakan
suatu penghinaan terhadap penciptaan manusia. Teori ini ternyata tidak pernah
menemukan bukti yang kukuh dan ‘valid’ sehingga penggunaannya
telah terhakis dan semakin berkubur.
Manusia
mempunyai kelebihan akal untuk melakukan kajian dan membuat analisa terhadap
jirim yang wujud di alam semesta. Namun seringkali kelebihan akal
disalahguna dengan penipuan untuk kepentingan tertentu. Pemikiran sebegini
disandarkan kepada material dan logik semata tanpa melihat kepada aspek
keadilan berteraskan petunjuk Pencipta.
Penemuan-penemuan
melalui kajian saintifik mampu memberi kesedaran kepada manusia yang
dikurniakan akal fikiran yang waras untuk mengakui kewujudan kuasa Yang Maha
Kuasa dan Yang Maha Mencipta.
Penciptaan menurut
kamus besar Bahasa Indonesia berarti proses, cara, perbuatan menciptakan.Para
ilmuwan diseluruh dunia saat ini telah sepakat bahwa alam semesta ini
terjadi dari tiada secara kebetulan dan menimbulkan dentuman
besar. Ke-tiada-an (berasal dari tidak ada) adalah menunjukan akan adanya
penciptaan (diciptakan).
Selama satu abad
terakhir, serangkaian percobaan, pengamatan, dan perhitungan yang dilakukan
dengan menggunakan teknologi mutakhir, telah mengungkapkan tanpa ragu bahwa
alam semesta memiliki permulaan. Para ilmuwan telah memastikan bahwa alam
semesta berada dalam keadaan yang terus mengembang. Dan mereka telah
menyimpulkan bahwa, karena alam semesta mengembang, jika alam ini dapat
bergerak mundur dalam waktu, alam semesta ini tentulah memulai pengembangannya
dari sebuah titik tunggal. Sungguh, kesimpulan yang telah dicapai ilmu
pengetahuan saat ini adalah alam semesta bermula dari ledakan titik tunggal
ini. Ledakan ini disebut “Dentuman Besar” atau Big Bang.
B. Saran
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA
Tsalatsatul%20Ushul%20(4)%20%20%20Tujuan%20Diciptakannya%20Manusia.htm
Tujuan%20penciptaan%20manusia%20_%20wm.azmi.htm
Al-Qur’an
dan Terjemah
Hadits
Rosullullah
T.Djamaluddin, Menjelajahi
keluasan Langit Menembus Kedalaman Al-Qur’an, khazanah
Intelektual.2006.Bandung
Ensliklopedi
islam, Mukjizat Al-Qur’an (Penciptaan Alam Semesta) ,
2010. Jakarta.
Drs. M. Noor Matdawam, Manusia,
Agama, dan Kebatinan
Komentar
Posting Komentar